Aktivisme Sosial Itu Sunnah! Ini 5 Aksi Nyata Muslim Milenial | Perspektif Islam

Islam ngajarin kita peduli, bukan pasif. Dari Palestina sampai lingkungan, yuk jadi Muslim yang bergerak! #IslamNow #Muslim


Ilustrasi solidaritas global umat Islam. (Foto: Freepik).


Perspektif Islam ---  “Jangan pernah meremehkan kekuatan satu aksi kecil yang didasari iman dan niat baik.”

Kalimat ini mungkin terdengar sederhana, tapi di tengah maraknya isu sosial seperti konflik Palestina, perubahan iklim, ketimpangan ekonomi, dan pelanggaran hak asasi manusia, maknanya sangat dalam. Muncul pertanyaan penting, apa sebenarnya peran umat Islam dalam menghadapi semua ini? Apakah cukup hanya merasa prihatin atau mengirim doa? Tentu tidak. Islam bukan hanya ajaran ritual, tapi juga merupakan gerakan moral dan sosial yang aktif. Yuk kita bahas apa saja aktivisme sosial yang dapat umat Islam lakukan


Pertama, Bersikap Adil Atas Isu-Isu Sosial Sebagai Implementasi Nilai Islam.

Sejak masa Nabi Muhammad SAW, Islam telah menunjukkan wajah yang sangat peduli terhadap isu-isu sosial. Rasulullah tidak hanya menyampaikan wahyu, tapi juga membela mereka yang tertindas, seperti para budak, perempuan, kaum miskin, dan kelompok yang terpinggirkan (Esposito, 2002). Dalam Al-Qur'an Allah memerintahkan agar umat Islam menjadi penegak keadilan, bahkan jika itu bertentangan dengan kepentingan diri sendiri atau keluarga,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَۚ اِنْ يَّكُنْ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا فَاللّٰهُ اَوْلٰى بِهِمَاۗ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوٰٓى اَنْ تَعْدِلُوْاۚ وَاِنْ تَلْوٗٓا اَوْ تُعْرِضُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا

yâ ayyuhalladzîna âmanû kûnû qawwâmîna bil-qisthi syuhadâ'a lillâhi walau ‘alâ anfusikum awil-wâlidaini wal-aqrabîn, iy yakun ghaniyyan au faqîran fallâhu aulâ bihimâ, fa lâ tattabi‘ul-hawâ an ta‘dilû, wa in talwû au tu‘ridlû fa innallâha kâna bimâ ta‘malûna khabîrâ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan dan saksi karena Allah, walaupun kesaksian itu memberatkan dirimu sendiri, ibu bapakmu, atau kerabatmu. Jika dia (yang diberatkan dalam kesaksian) kaya atau miskin, Allah lebih layak tahu (kemaslahatan) keduanya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang (dari kebenaran). Jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau berpaling (enggan menjadi saksi), sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan". (QS. An-Nisa : 135).


Terkait ayat di atas, Quraish Shihab (2002) dalam Tafsir Al-Misbah, mengatakan bahwa tafsir Surat An-Nisa ayat 135, Allah memberikan perintah tegas kepada orang-orang beriman untuk menjadi penegak keadilan yang sejati. Mereka diingatkan agar selalu menjadi saksi yang jujur dan adil karena Allah, tanpa memandang siapa yang terlibat, baik itu diri mereka sendiri, orang tua, maupun kerabat terdekat. 


Sedangkan menurut Abou El Fadl (2004) dalam karyanya, The Place of Tolerance in Islam, menyatakan bahwa keadilan adalah prinsip utama dalam etika Islam. Aktivisme sosial, dengan demikian, bukanlah konsep asing dalam Islam, tapi bagian esensial dari keimanan itu sendiri.


Kedua, Menumbuhkan Rasa Solidaritas Global Umat Islam.

Isu Palestina menjadi contoh nyata bagaimana iman bisa mendorong solidaritas kemanusiaan yang kuat. Lebih dari sekadar konflik geopolitik, Palestina telah menjadi simbol perjuangan melawan ketidakadilan global. Banyak anak muda Muslim yang bergerak, entah melalui aksi unjuk rasa, penggalangan dana, produksi konten edukatif di media sosial, hingga kampanye boikot produk yang mendukung pendudukan. Semangat ini mencerminkan konsep ummah, atau persaudaraan global umat Islam, yang menegaskan bahwa penderitaan satu bagian dari umat adalah tanggung jawab semua (Ramadan, 2009).


Ketiga, Peduli Lingkungan Sebagai Bagian dari Ibadah.

Peduli lingkungan mungkin bukan hal yang langsung dikaitkan dengan agama, tapi dalam Islam, menjaga bumi adalah bagian dari ibadah. Dalam sebuah hadis dikatakan,

إن قَامَتِ السَّاعَةُ وَفِي يَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا تَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَغْرِسْهَا

Artinya: “Jika terjadi hari kiamat sementara di tangan salah seorang dari kalian ada sebuah tunas, maka jika ia mampu sebelum terjadi hari kiamat untuk menanamnya maka tanamlah.” (HR. Ahmad).


Pesan ini sangat kuat, bahkan di tengah kehancuran, kebaikan tetap harus dijalankan. Dan hadits di atas menunjukkan bahwa sesungguhnya Islam mengajarkan kepada umatnya agar menjaga dan merawat bumi. Sebab hal tersebut akan menjadi pahala yang mengalir baginya setelah meninggal.


Fenomena ini didukung oleh studi yang menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam dapat mendorong perilaku ramah lingkungan (Nasr, 1996; Foltz, 2003). Gerakan eco-Islam mulai tumbuh di berbagai belahan dunia, seperti Green Muslims di Amerika dan IYSE (Indonesian Youth for Sustainable Environment) di Indonesia, yang memadukan aksi lingkungan dengan nilai-nilai spiritual.


Keempat, Peran Ekonomi Islam dalam Menjawab Tantangan Ketimpangan Sosial.

 Tantangan ketimpangan sosial juga menjadi bagian dari perhatian Islam. Sistem seperti zakat, infak, dan sedekah bukan hanya mekanisme amal, tapi fondasi ekonomi sosial yang berkeadilan (Chapra, 2000). 

Namun, tantangan saat ini jauh lebih kompleks, dan menuntut kita untuk berbicara lebih luas soal hak pekerja, redistribusi kekayaan, serta akses terhadap pendidikan dan kesehatan. Lembaga-lembaga seperti Dompet Dhuafa dan Rumah Zakat tidak hanya menyalurkan bantuan, tetapi juga mengembangkan program pemberdayaan dan keadilan sosial berbasis maqashid syariah (Karim, 2010).


Kelima, Hak Asasi Termasuk Salah Satu Nilai Islam. 

Menegakkan hak asasi manusia sering kali dianggap sebagai agenda asing, tapi sejatinya itu adalah bagian dari ajaran Islam. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an dalam surah Al-Isra ayat 70: 

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا 

wa laqad karramnâ banî âdama wa ḫamalnâhum fil-barri wal-baḫri wa razaqnâhum minath-thayyibâti wa fadldlalnâhum ‘alâ katsîrim mim man khalaqnâ tafdlîlâ

Artinya: "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS al-Isra’: 70)


Lebih jauh lagi, dalam khutbah pada hari Tasyriq, Nabi Muhammad SAW menegaskan pentingnya kesetaraan semua manusia, tanpa memandang ras, suku, atau status sosial. Riwayat tersebut berbunyi:

 يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَأَبَاكُمْ وَاحِدٌ، أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى عَجَمِيٍّ، وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ، وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ، وَلَا أَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ إِلَّا بِالتَّقْوَى 

Artinya: "Wahai sekalian manusia! Tuhan kalian satu, dan bapak kalian satu. Ingat! orang Arab tidak lebih mulia dibanding orang non-Arab, dan orang non-Arab tidak lebih mulia atas orang Arab, tidak ada kelebihan bagi orang berkulit merah atas orang berkulit hitam, dan tidak ada kelebihan bagi orang berkulit hitam atas orang berkulit merah kecuali dengan ketakwaan.” (Hadis riwayat Imam Ahmad).


Penelitian oleh Mayer (2007) menunjukkan bahwa prinsip-prinsip hak asasi manusia dapat ditemukan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, khususnya dalam konteks keadilan dan perlindungan terhadap kelompok rentan. Tokoh-tokoh Muslim kontemporer seperti Linda Sarsour di Amerika dan Yenny Wahid di Indonesia menjadi suara yang nyaring dalam memperjuangkan kesetaraan gender, melawan diskriminasi, dan membela kelompok rentan—dengan pijakan pada nilai-nilai Islam yang progresif.


Lalu, apa yang bisa kita lakukan sebagai generasi muda Muslim? Banyak. Mulai dari menyuarakan opini melalui media sosial, menulis artikel, membuat video edukatif, hingga mendukung kampanye digital dan komunitas-komunitas aktivis Muslim. Berkontribusi tidak harus selalu dalam bentuk besar. Menyumbang secara bijak ke lembaga yang amanah, mengurangi sampah plastik, membeli dari UMKM lokal, atau sekadar membantu tetangga adalah bentuk nyata dari aktivisme yang bernilai (Wahid Institute, 2018).


Pada akhirnya, iman tidak boleh berhenti di dalam hati atau hanya dalam doa. Iman yang sejati harus mendorong kita untuk bergerak. Setiap Muslim memiliki potensi menjadi agen perubahan. Karena Islam bukan hanya tentang apa yang kita yakini, tapi juga tentang bagaimana keyakinan itu mendorong kita untuk berbuat demi kemaslahatan sesama.


Penulis: M Rufait Balya