Mengupas Hukum Karmin (Serangga Cochineal) menurut Kacamata Fikih
Deskripsi Masalah
Selain racikan rasa yang dibuat seenak mungkin, penampilan produk makanan dan minuman juga harus dibuat menarik dihadapan calon konsumen. Salah satu caranya adalah dengan memggunakan pewarna makanan untuk menampilkan warna yang cerah. Selain pewarna sintetis dan alami, ada juga makanan dan minuman yang menggunakan pewarna dari serangga bernama karmin untuk mengolah menjadi pewarna, serangga cochieneal dijemur hingga kering, lalu dihancurkan dengan mesin. Setelah itu, jadilah serbuk bewarna merah tua. Untuk menonjolkan aspek warna yang diinginkan, biasanya ekstrak cochieneal ini dicampur dengan larutan alcohol asam untuk lebih memunculkan warna.
Pewarna karmin ini dapat ditemukan dalam produk pangan komersial seperti yogurt, susu, permen, jelly, es krim, dan pangan lainnya yang berwarna merah hingga merah muda. Karmin adalah pewarna merah yang usianya sudah sangat tua, berasal dari suku Aztec di tahun 1500-an. Ketika orang Eropa menemukan budaya mereka selama eksplorasi, mereka menggunakan ekstrak serangga berjenis cochineal atau kutu daun sebagai pewarna untuk kain dengan warna merah cerah.
Komisi Fatwa MUI menetapkan bahwa pewarna yang berasal dari serangga karmin ini dinyatakan halal. Ketetapan itu juga terulang dalam fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2011 yang telah disepakati Ulama Indonesia
Pertanyaan
Benarkah pewarna yang dibuat dari bangkai serangga ini halal digunakan pada makanan dan minuman?
Jawaban
Bangkai serangga (hasyarat) tidak boleh dikonsumsi karena najis dan menjijikkan, kecuali menurut sebagian pendapat dalam Madzab Maliki.
Adapun penggunaan karmin untuk keperluan selain konsumsi semisal untuk alat kosmetik menurut Jumhur Syafi'iyyah tidak diperbolehkan karena dihukumi najis, sedangkan menurut Imam Qoffal, Imam Malik, dan Imam Abi Hanifah dihukumi suci sehingga diperbolehkan karena serangga tidak mempunyai darah yang menyebabkan bangkainya membusuk
Refrensi:
فتح المعين (ج ١/ ص ٩٨)
ولا يجب اجتناب النجس في غير الصلاة ومحله في غير التضمخ به في بدن أو ثوب، فهو حرام بلا حاجة، وهو شرعا مستقذر، يمنع صحة الصلاة حيث لا مرخص، فهو (كروث وبول ولو) كانا من طائر.....(وكميته) ولو نحو ذباب مما لا نفس له سائلة،خلافا للقفال ومن تبعه في قوله بطهارته لعدم الدم المتعفن، كمالك وأبي حنيفة
إعانة الطالبين (ج ١/ ص ١٠٨)
قوله : لعدم الدم المتعفن أي وإنما حكم بطهارته لعدم وجود المتعفن فيها. (قوله : كمالك وأبي حنيفة) أي فإنهما قائلان بطهارة ما لا نفس له سائلة، فالقفال موافق لهما
(Hasil Keputusan PW LBM NU, 29 Agustus 2023)

Gabung dalam percakapan