Hukum Menggusur Tanah Rakyat Untuk Kepentingan Umum (Kacamata Fikih)

 


Diskripsi Masalah :

Pembangunan ternyata banyak menimbulkan eskes. Diantaranya yang cukup serius dan merugikan kepentingan rakyat, adalah penggusuran tanah untuk kepentingan pembangunan. Dalih penggusuran tersebut biasanya untuk kepentingan umum. Tetapi, tidak jarang diktum kepentingan umum itu adalah selubung saja untuk kepentingan beberapa oknum tertentu hal ini diperparah lagi oleh kenyataan bahwa ganti rugi penggusuran biasanya tidak sesuai dengan yang dikehendaki rakyat.


Pertanyaan :

a. Bagaimana hukum menggusur tanah rakyat untuk kepentingan umum?

b. Bagaimana cara terbaik untuk menentukan ganti rugi penggusuran menurut fikih?


Jawaban :

a. Hukum penggusuran tanah oleh pemerintah demi kepentingan umum (al-maslahah al-'ammah) adalah boleh, dengan syarat betul-betul pemanfaatannya oleh pemerintah untuk kepentingan umum yang dibenarkan oleh syara' dan dengan ganti rugi yang memadai.

b. Cara yang terbaik dalam menentukan ganti rugi penggusuran tanah menurut fikih ditempuh melalui musyawarah atas dasar keadilan dan tidak ada pihak yang dirugikan.


Refrensi, dari kitab :


1. Ahkam al-Sulthaniyah

فَلَمَّا استُخْلِفَ عُمَرُ. وكَثُرَ النّاسُ وسِّعَ المسجدَ واشْتَرَى دَوْرًا هَدَمها وزَادها فيهِ وهَدَمَ على قَومٍ مِنْ جِيرانِ المسجدِ أبَوا أن يَبِيعُوا ووَضَعَ لَهُمْ الأثْمانَ حتَّى أخَذُوْها بعد ذلك واتَّخَذَ للمسجدِ جِدارًا قَصِيْرًا دُونَ القامَةِ وكانتْ المَصَابِيحُ تُوضَعُ عليه وكان عُمرُ. أوّلَ مَنْ يتَّخِذُ جِدَارًا للمسجدِ. فلمّا اُسْتُخْلِفَ عثمانُ. ابْتاعَ مَنازِلَ فَوَسِّعَ بها المسجدَ وأخذ مَنازلَ أقْوامٍ ووضَعَ لهم أثمانها فَضَجُّوا منه عند البيتِ فقال : إنَّما جرأكم عليَّ حِلمي عنكم فقد فعَلَ بكم عُمَرُ. هذا فأقْرَرْتُمْ ورَضِيتُمْ ثمَّ أمرَ بهم إلى الحبسِ حتّى كَلَّمهُ فِيهم عبدُ الله بن خالد بن أسدٍ فَخلَّى سبيلهم

Ketika Umar r.a diangkat sebagai Khalifah dan jumlah penduduk semakin banyak, ia perluas masjid Nabawi dengan membeli rumah dan meeobohkannya. Lalu ia menambah perluasannya dengan merobohkan (bangunan) penduduk sekitar Masjid yang enggan menjualnya. Beliau lalu memberi harga tertentu sehingga mereka mau menerimanya. Beliau membangun dinding yang pemdek kurang dari tinggi manusia, dan memasang lampu-lampu diatasnya. Beliau adalah orang yang pertama kali membuat dinding untuk masjid. Ketika Utsman r.a diangkat menjadi khalifah, ia lalu membeli rumah-rumah (untuk perluasan Masjid Nabawi). Beliah mengambil rumah-rumah penduduk dan menetapkan harganya. Mereka lalu berdemo di kediamannya. Beliau lalu berkat : "Sungguh kesabaranku yang membuat kalian berani terhadapku, sungguh hal ini pernah dilakukan Umar terhadap kalian, dan kalian menyetujuinya." Lalu beliau memerintah memenjarakan mereka, sampai Abdullah bin Khalid bin Asad berbicara kepadanya, dan ia melepas mereka kembali.


2. Qurrah al-'Ain bi Fatawa 'Ulama al-Haramain

اإذا ضاق المسجدُ بأهلهِ واختاجَ إلى تَوسِعَتِهِ وَبِجانِبِهِ عِقارً وُقِفَ أو مُلِكَ فَإنَّهُ يَجوزُ بيع الحبْسِ لتَوسعةِ المسجدِ وإنْ أبى صاحبُ الحبس أو الملكِ مِنْ بيعِ ذلك فالمشهورُ الجَبرُ على البيعِ ويشتري بثمنِ الحبسِ حبسًا كالأوّل ومثلُ تَوسِعَةِ المسجد توسعةُ طريق المسلمين ومقبرتهم. وأما تَوسعةُ بعْضِ الثلاثة مِنْ بعضٍ ففي "ح ج" أنه يُؤخذُ الجوازُ من الشّارح عند قول المصنف واتُّبعَ شرطهُ إن جاز أنّ ما كان لله فلا بأس فيه أن يُستعانَ ببَعضِهِ في بعض إلا أنّ في بعضِ الشُّراحِ التَّنصيص بأنّه لا يُهدمُ المسجد لتَوسعة الطّريق بخلاف الدّفن فيه لضَيقِ المقبرةِ لأنّ المسجد باقٍ بحالة

Bila masjid sudah sempit tidak muat lagi dan membutuhkan perluasan, sedangkan di sampingnya terdapat tanah wakaf atau milik seseorang, maka boleh menjual tanah wakaf itu untuk perluasan masjid tersebut walaupun pemilik wakaf atau tanah tersebut menentangnya. Menurut pendapat masyhur, boleh memaksa penjualan dan kemudian membeli tanah lain dengan hasil penjualan tanah wakaf itu. Sama dengan perluasan masjid adalah perluasan jalan dan kuburan bagi umat Islam. Adapun memperluas sebagian dari ketiganya (masjid, jalan, dan kuburan umum) dengan sebagian lainnya, maka kitab ح خ sungguh diambil kesimpulan hukum boleh dari ungkapan al-Syarih pada ungkapan al-Mushannif. "Dan syarat pihak yang mewakafkan itu harus diikuti, bila syarat tersebut boleh." Yaitu ucapan beliau: "Sungguh wakaf yang menjadi hak milik Allah, maka sebagiannya boleh digunakan untuk menolong sebagian yang lain." Hanya saja sebagian Syarh terdapat kejelasan, bahwa masjid tidak boleh dirobohkan untuk perluasan jalan. Berbeda mengubur jenazah di masjid karena sempitnya kuburan. Sebab masjid tetap eksis pada kondisinya.


3. Hasyiyah al-Dasuqi 'ala al-Syarah al-Kabir

وأما لو أخبر على البيع جَبرًا حلالا كان البيعُ لازمًا كجَبرهِ على بيع الدّار لتَوسعةِ المسجدِ أو الطّريقِ أو المقبرة

Adapun jika dipaksa untuk menjual dengan pemaksaan yang halal, maka penjualannya sah sebagaimana pemaksaan menjual tanah untuk perluasan masjid, jalan umum atau kuburan.


4. Madkhal al-Fiqh al-'Amm

والصُّورةُ الثّانيةُ هي الاستملاكُ لأجل مصالح العامّةِ فقد أجاز الشَّرعُ  لإسلاميّ استملاك الأرضِ المجاورة للمسجد جبرًا على أصحابها إذا امتنعوا عن بَيْعها وضَاق المسجدُ بأهله واخْتاجَ إليها كما أجازوا مِثلَ ذلك لأجلِ تَوسِيعِ الطّريقِ إذا دعتْ حاجةُ النّاسِ إلى تَوسيعِهِ وذلك بالقِيمَةِ الّتي يُساوِيْها العقارُ المستَمْلَكُ حتّى لقد نصَّ الفقهاء على أنه يجوز أن يؤْخذُ لتَوسِيْعِ الطّريقِ جانب مِن المسجد عند الحاجة

Contoh kedua adalah pengambilan hak milik demi kepentingan umum. Agama Islam memperbolehkan pengambilan hak milik tanah yang berdampingan dengan masjid secara paksa jika si pemilik enggan menjualnya. Sementara masjid sudah sempit bagi para jamaahnya dan mereka membutuhkannya. Seperti halnya para ulama memperbolehkan kasus semacam itu untuk perluasan jalan umum ketika masyarakat sangat membutuhkannya, dengan memberi (ganti rugi) harga yang sepadan dengan harga tanah yang diambil hak miliknya. Bahkan para ahli fikih juga telah menjelaskan, bahwa boleh mengambil satu sisi dari masjid untuk keperluan perluasan jalan umum ketika dibutuhkan


(Hasil Keputusan Muktamar NU ke-28 di Cipasung-Tasikmalaya/04 Desember 1994)