(NGABUBUREAD VII) Apakah Berpacaran Dapat Membatalkan Puasa?

 



Makna Pacaran

"Berpacaran" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai arti, yaitu menjalin hubungan cinta kasih dengan lawan jenis, tetapi belum atau tidak terikat perkawinan. Sementara itu, menurut Poerwodarminto mengartikan kata "pacaran" sebagai berikut;

Pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, bersuka-sukaan mencapai sesuatu yang disenangi mereka.

"Bergendak" yang sama artinya dengan berkencan atau berpasangan untuk berzina.

Berteman dan saling menjajaki kemungkinan untuk mencari jodoh berupa suami istri.


Dari banyaknya definisi/pengertian tentang pacaran, maka dapat disimpulkan bahwasannya pacaran dapat merujuk pada perbuatan maksiat yang dilarang oleh agama dan juga bisa merujuk pada khitbah untuk melakukan pernikahan, dengan menjaga dari perbuatan-perbuatan yang mengarah pada perzinahan, seperti definisi ketiga yang dikemukakan oleh Poerwodarminto.


Hukum Asal Berpacaran

Pada dasarnya segala macam muamalah diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya.

الأصل في الأشياء الإباحة إلا ما حرمه الشرع

Begitu pula pacaran, pada dasarnya pacaran sebagai bentuk sosialisasi diperbolehkan selama tidak menjurus pada tindakan yang jelas-jelas dilarang oleh syara'. Yaitu yang mendekatkan para pelakunya pada perzinahan. Demikian surat al-Isra' ayat 32 menerangkan:

ولا تَقْرَبوا الزِّنا إنَّهُ كان فاحِشَةً وساءَ سبيلًا

Artinya : "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu bentuk perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk."

Hal ini selaras dengan hadits Rasulullah SAW yang seolah menjelaskan model tindakan yang daat mendekatkan seseorang dalam perzinahan.

عن ابن عبَّاس رضي الله عنه أنَّه سمعَ النّبيِّ صلى الله عليه وسلّم يقول لا يَخْلوَنَّ رجلٌ بامرأةٍ ولا تُسافرنَّ إمرأة الا ومعها محرمٌ (رواه البخاري)

"Dari Ibnu Abbas RA. Ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW berkhutbah, beliau berkata : "Jangan sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat (berduan di kondisi sepi) dengan seorang perempuan kecuali beserta ada mahramnya, dan janganlah seseorang perempuan melakukan musagir kecuali beserta ada mahramnya." (HR. Bukhkri)


Dan Rasulullah SAW sendiri secara tidak langsung telah memberikan rambu-rambu kepada umatnya mengenai model hubungan laki-laki dan perempuan yang terlarang. Pelarangan itu demi menghindarkan seseorang terjerumus dalam perzinahan. Karena pada umumnya perzinahan bermula dari situasi berduaan.


Maka dari itu jika berpacaran tujuannya pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, bersuka-sukaan mencapai tujuan yang disenangi mereka, jelas yang seperti ini dilarang karena mengarah pada perbuatan perzinahan. 

Akan tetapi berbeda hukumnya jika yang dimaksud dengan pacaran adalah upaya saling mengenal menjajaki kemungkinan untuk menjalin pernikahan dalam momentum khitbah melamar, maka ini bisa diberbolehkan asal tidak melanggar hukum-hukum syara' dan tidak melakukan perzinahan maupun muqoddimahnya zina. (Sumber: Etika Berpacaran, NU.Online)


Lantas apakah berpacaraan saat berpuasa itu membatalkan puasa?

Jawabannya sudah jelas tidak membatalkan puasa, akan tetapi dapat melebur pahala puasa kita dan seolah-olah puasa kita tidak mendapatkan apa-apa hanya mendapatkan rasa lapar dan haus saja. Meskipun pacarannya itu tidak berkhalwat (berdua-duaan) hanya lewat telpon maupun hubungan-hubungan yang sifatnya sebatas komunikasi online.

Karena hakikatnya berpuasa adalah menahan dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa dan menahan diri dari perbuatan-perbuatan haram. Seperti yang diterangka  dalam kitab Lathoiful Ma'arif, 277;

Jabir bin Abdillah ra. berkata, "Seandainya engkau berpuasa, hendaknya pendengaran, penglihatan,dan lisanmu turut berpuasa, yaitu menahan diri dari dusta dan segala perbuatan haram, serta janganlah engkau menyakiti tetanggamu. Bersikap tenang dan berwibawalah pada hari puasamu. Janganlah kamu jadikan hari luasamu dan hari tidak berpuasamu sama saja."

Jadi meskipun hukum berpacarn kerika berpuasa tidak membatalkan puasa, akan tetapi tetaplah haram dan dilarang seperti penjelas diatas.


(al-Faqir Balya Robert, Mahasantri Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang)