Perempun dalam Islam | Perspektif Islam


 

Sejarah Hari Perempuan Sedunia

Perapektif Islam --- Hari Perempuan Internasional (International Women's Day) jatuh pada hari Rabu (8/3/2023). Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meresmikan hari internasional ini sebagai perayaan tahunan sejak tahun 1977. Dan pada tanggal 8 Maret ini lah terjadi banyak peristiwa yang melibatkan perempuan.

Diantaranya adalah peristiwa demostrasi yang dilakukan buruh pabrik tekstil perempuan di New York pada 8 Maret 1857. Mereka melakukan demostrasi dengan tujuan untuk melawan segala bentuk kesewenang-wenangan dan menuntut gaji buruh perempuan yang sangat rendah pada waktu itu.


Di Rusia, para buruh perempuan juga melakukan demonstrasi 8 Maret 1917 di Petrogard. Tidak tanggung-tanggung, demonstrasi ini memiluki efek yang begitu signifikan karena mampu memicu terjadinya Revolusi Rusia.

Tidak lain tidak bukan, penetapan Hari Perempuan Internasional oleh PBB adalah upaya untuk memperjuangkan hak-hak perempuan meningkatkan martabat perempuan, dan mewujudkan perdamaian dunia. (Sumber NU Online)


Kedudukan Perempuan dalam Islam

Dalam perkembangan sejarah, istilah kesetaraan gender selalu berkembang dan menjadi isu yang selalu diperbincangkan disetiap masanya. Dan terkadang fenomena ini berkonotasi negatif karena justru mengekang kebebasan perempuan dalam beraktivitas di luar rumah terutama, dan banyaknya yang menggunakan narasi-narasi berdasarkan dalil-dalil agama yang kadang-kadang terkesan dibuat-buat untuk kepentingan tersebut.


Banyak dalil-dalil seperti 'ar-Rijalu Qowwamuna' & 'al-Jannatu tahta Zauj' ini digunakan untuk menundukkan perempuan secara supervisal dan mengekang kebebasan perempuan, bukan secara alami saling menghormati dan bukan juga karena ingin membangun hubungan harmonis yang setara antara pasangan suami istri.


Akan tetapi peryataan ataupun opini semacam itu ditanggapi oleh Prof. Quraish Shihab yang menerangkan bahwa makna kesetaraan itu sudah tepat diimplementasikan dalam sebuah hubungan. Mengingat setara itu tidak otomatis sama seluruhnya, sebab ada beberapa fungsi yang diemban oleh perempuan mustahil diemban oleh laki-laki, misalnya, mengandung anak, melahirkan hingga menyusui. Dan sebaliknya, ada pekerjaan-pekerjaan yang dipikul oleh lelaki yang tidak bisa dikatakan mustahil bagi perempuan,  mungkin berat dilakukan oleh perempuan. Jadi, sebenarnya kesetaraan itu menjadikan mereka saling melengkapi.


Dan ketika laki-laki dan perempuan hidup sendiri akan terasa sesuatu yang hilang, yaitu ketenangan, baik secara fungsional maupun hak-hak yang diemban. Kita pun tidak bisa berkata perempuan tunduk pada laki-laki, dan laki-laki tunduk pada perempuan, mereka harus bekerja sama untuk mencapai tujuan dan cita-cita yang sama. (Sumber : acara Shihab & Shihab yang tayang di channel YouTube Najwa Shihab, (21/04/2021)


Jadi hemat kami, kesetaraan gender dalam islam bukanlah sesuatu yang konotasinya negatif karena dalam agama pun setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan memiliki kewajiban dan hak yang sama. Dan juga sama-sama bisa beristiqomah untuk kebaikan, sama-sama berkewajiban menghindari keburukan & kemaksiatan. Seperti hadits Nabi SAW yang diriwayatkan Ahmad dan Abu Zubair ;

النَّاسُ سَواسِيَةٌ كأَسْنانِ المُشْطِ (رواه أحمدُ وأبو الزُّبير)

Artinya, "Manusia (baik laki-laki maupun perempuan) itu sama dan setara laksana gigi sisir." (HR. Ahmad dan Abu Zubair)


Keutamaan Perempuan dalam Islam

Meskipun islam telah mendasari penyandaran integratif tentang perempuan tidak berbeda dalam beberapa hal dengan laki-laki. Akan tetapi pada kenyataannya prinsip-prinsip islam tentang perempuan telah mengalami distorsi. Yang semuanya ini dipengaruhi oleh kultur yang bersifat patrilineal dan kenyataan pada tingkat perbandingan antara laki-laki dan wanita ditemukan bahwa laki-laki memiliki kelebihan atas perempuan dari sisi kondisi, sosial, dan budaya, yang akhirnya menafikan dan mengurangi prinsip-prinsip mulia tentang perempuan.


Memang harus diakui bahwa memang ada perbedaan fungsi laki-laki dan perempuan yang disebabkan kodrat. Sementara di luar itu peran-peran dalam kehidupan bermasyarakat yang masing-masing harus memikul tanggung jawab bersama dan harus dilaksanakan dengan saling mendukung satu sama lain. Sebagaimana firman Allah SWT :

المُؤْمِنُونَ والمُؤْمِناتُ بَعضُهُمْ أولِياءِ بعضِ يأمُرونَ بالمَعروفِ ويَنهَونَ عنِ المُنكرِ

"Dan orang-orang laki-laki dan perempuan sebagian mereka (adalah) penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar." (QS. al-Taubah : 71)

Partisipasi perempuan dalam sektor non kodrat merupakan wujud tanggungjawab kita bersama dalam ikut memprakarsai transformasi kultur, kesetaraan yang pada gilirannya mampu menjadi dinamisator pembangunan nasional di era globalisasi dengan memperdayakan perempuan Indonesia pada proporsi yang sebenarnya. Jangan malah sebaliknya, menjadikan perempuan salah satu kambing hitam kemajuan dalam kehidupan kita. Sesungguhnya hanya orang yng hinalah yang menghinakan perempuan dan mereka yang memuliakan perempuan pastilah orang yang mulia. (Sumber : Keputusan Munas Alim Ulama NU Masail Diniyyah Maudhuiyyah Tahun 1997 di Pesantren Qomarul Huda Bagu Lombok NTB, tentang Kedudukan Wanita Dalam Islam)


(al-Faqir Balya Robert/Mahasantri Ma'had Aly Denanyar)