(NGABUBUREAD V) Benarkah Dalil Fadhilah Tarawih Itu Dari Hadits Palsu

 



Sebelum kita membahas tentang dalil fadhilah shalat tarawih, alangkah baiknya kita mengetahui asal usul (sejarah) dari tarawih itu sendiri dan pendapat para ulama tentang hukum shalat tarawih itu sendiri.


Sejarah Shalat Tarawih

Sebenarnya nabi sendiri hanya shalat qiyamu ramadhan selama tiga malam saja lalu tak pernah lagi berjamaah. Ini tercatat dalam kitab-kitab hadits mu'tabarah. Misalnya riwayat Bukhori berikut:

حدَّثنا يحيَ بن بُكَيرٍ، قال: حدَّثنا اللَّيث، عن عُقيل، عن ابن شِهابٍ، قال: أخبرني عروةُ، أن عائشة، أخبرتْهُ: أنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم خَرَجَ ذَاتَ ليلةٍ مِن جوف اللّيل، فصلّى في المسجد، فصلّى رِجالٌ بصلاتهِ، فأصْبَحَ النّاسُ، فَتَحَدَّثوا، فاجتمعَ أكْثَرُ منهم، فصلّوا معه، فأصبح النّاس، فتحدّثوا فكثُرَ أهل المسجد من اللّيلة الثّالثة، فخرج رسول الله صلى الله عليه وسلم، فصلّوا بصلاته، فلمّا كانت الليلة الرّابعة عجزَ المسجد عن أهله حتّى خرج لصلاة الصّبح، فلمّا قضى الفجر أقبلَ على النّاس، قتشهّد ثمّ قال: (أمّا بعد، فإنه لم يَخْفَ عليَّ مكانكم، لكنّي خَشيتُ أنْ تُفْرَضَ عليكم، فَتَعْجِزوا عنها) قال أبو عبد الله: تابعه يونس

"Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair berkata, telah mengabarkan kepada kami al-Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab berkata, telah mengabarkan kepadaku 'Urwah bahwa 'Aisyah radliallahu 'anha mengabarkan kepadanya, bahwa Rasulullah SAW pada suatu malam keluar di tengah malam untuk melaksanakan shalat di masjid, orang-orang kemudian mengikuti beliau dan shalat di belakangnya. Pada waktu paginya orang-orang membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam berikutnya orang-orang yang berkumpul bertambah banyak lalu ikut shalat dengan beliau. Dan pada waktu paginya orang-orang kembali membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam yang ketiga orang-orang yang hadir di masjid semakin bertambah banyak lagi, lalu Rasulullah SAW keluar untuk shalat dan mereka shalat bersama beliau. Kemudian pada malam yang keempat masjid sudah penuh dengan jamaah hingga akhirnya beliau keluar hanya untuk shalat shubuh. Setelah beliau selesai shalat fajar, beliau menghadap kepada orang banyak membaca syahadat lalu bersabda: "Amma ba'du, sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan kalian (semalam). Akan tetapi aku takut shalat tersebut akan diwajibkan atas kalian, sementara kalian tidam mampu." Abu Abdullah al-Bukhori berkata, "Hadits ini dikuatkan oleb Yunus." (HR. Bukhori)


Dan namanya saja saat itu bukan tarawih tetapi masih qiyamu ramadhan berdasarkan hadits berikut:

مَنْ قامَ رمضانَ إيمانًا واحْتِسابًا غُفِرَ له ما تقدَّمَ مِن ذَنبِهِ

"Siapa yang berdiri (mendirikan) shalat di (malam) bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhori-Muslim)


Dan istilah tarawih sendiri baru muncul belakangan ketika ia diidentikkan dengan shalat berjamaah yang punya jeda istirahat (tarwihah) setiap dua kali salam hingga genap 10 kali salam (20 rakaat). Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan asal nama tarawih ini sebagai berikut:

والتَّراويحُ جمعُ تَرْويحةَ وهي المرَّةُ الواحدةُ مِنَ الرَّاحةِ كتَسْليمةٍ مِنَ السّلامِ سُمِّيَت الصلاة في الجماعة في ليالي رمضان التّراويح لأنَّهم أوّل ما اجتمعوا عليها كانوا يستريحون بين كلِّ تسليمتين

"Tarawih adalah jamak dari tarwihah yaitu istirahat satu kali, seperti kata taslimah berasal dari kata salam. Salat berjamaah di malam-malam bulan Ramadhan disebut sebagai tarawih karena pada awalnya shalat tarawih dilakukan secara berjamaah, para sahabat beristirahat diantara setiap dua kali salam." (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Baari, Juz IV, H. 250)


Sudah maklum bahwa peristiwa awal shalat tarawih berjamaah terjadi di masa khalifah Umar bin Khattab dengan imam tarawih Sahabat Ubay bin Ka'ab, sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut:

عن عبد الرّحمن بن عبد القاريّ، أنه قال: خرجتُ مع عُمَرَ بن الخطّاب رضي الله عنه، ليلةً في رمضانَ إلى المسجد، فإذا النّاس أوزاعٌ متفرّقونَ، يُصلّي الرّجل لنفسِهِ، ويصلّي الرّجلُ فيصلّي بصلاتهِ الرّهطُ، فقال عمرُ: (إنّي أرى لو جمعتُ هؤلاءِ على قارئ واحد، لكان أمثل) ثمَّ عزَمَ، فجمعَهُمْ على أبيِّ بن كعْبٍ، ثُمَّ خرَجْتُ معه ليلةً أخرى، والنَّاس يصلُّونَ بصلاة قارئهم، قال عُمر : (نِعْمَ البِذعةُ هذه، والّتى ينامونَ عنها أفضل من الّتي يقومون) يُرِيدُ آخر اللّيل وكان النّاس يقومون أوّلَهُ

Artinya: "Dari Abdurrahman bin Abdul Qariy bahwa dia berkata; "Aku keluar bersama Umar bin Khattab ra. pada malam Ramadhan menuju masjid, ternyata orang-orang shalat berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, ada yang shalat sendiri dan ada seseorang yang shalat diikuti ma'mum yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang. Maka Umar berkata: "Aku pikir seandainya mereka semuanya shalat berjamaah dengan dimimpin satu orang imam, itu lebih baik." Kemudian Umar memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama'ah yang dilimpin oleh Ubay Bin Ka'ab. Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain dan ternyata orang-orang shalat dalam satu jama'ah dengan dipimpin seorang imam, lalu Sayyidina Umar berkata: "Sebaik-baiknya bid'ah adalah ini. Dan mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih baik daripada yang shalat awal malam, yang ia maksudkan untuk mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan orang-orang secara umum melakukan shalat pada awal malam." (HR. Bukhori)


Keganjilan Dalil Tentang Fadhilah Tarawih Setiap Harinya

Dari hadits-hadits shohih diatas dapatlah kita tarik sebuah kesimpulan atau pelajaran, bahwa;

Pertama, sangatlah aneh bila kemudian ada "hadits" yang isinya menjelaskan fadhilah tarawih per hari, padahal istilah tarawih saja belum ada. Dan nabi saja dalam sabdanya hanya menggunakan redaksi "Man Qoma Ramadhan" atau "Qiyamu Ramadhan".


Kedua, belum lagi Nabi Muhammad sengaja berhenti shalat berjamaah qiyamul ramadhan karena khawatir diwajibkan. Dengan ini para ulama kemudian menyimpulkan bahwa kekhawatiran itu sudah tiada ketika Nabi wafat sebab syariat sudah putus saat itu sehingga tak ada masalah lagi bila dilakukan setiap hari sebulan penuh.

Menjadi sangat aneh bila ternyata Nabi secara sharih mensyariatkan tarawih (secara berjamaah) setiap hari sewaktu beliau hidup sebab akan bertentangan dengan kekhawatiran beliau sendiri yang diriwayatkan dalam hadits shahih.


Ketiga, keganjilan lain adalah fadhilahnya yang terlalu spektakuler. Ini adalah satu ciri hadits bermasalah (lemah atau bahkan palsu), ini keganjilan secara matan. Adapun keganjilan secara sanad, maka tak perlu dibahas sebab sanadnya saja tak ada. Dan sumber hadits fadhilah tarawih per hari ini adalah dari kitab Durrotun Nashihin, yang kebiasaannya tak menyampaikan sanad. 

Bahkan ada seorang Doktor bernama Dr. Ahmad Luthfi Fathullah, MA. (Universitas Kebangsaan Malaysia/Fakultas Pengajian Islam Bidang Studi Ilmu Hadits), yang menjadikan kitab Durrotun Nashihin sebagai objek dalam disertasinya. Dan dalam penelitiannya itu, beliau menyimpulkan bahwa 30% dari total 389 hadis yang ada dalam kitab Durrotun Nashihin adalah hadits maudhu' atau palsu, sedangkan sisanya diperinci, ada yang shahih, hasan, dan dhaif


Keempat, guru saya, KH. Abdul Wahab Khalil Lc. MA. (Pengasuh Pondok Denanyar) beliau selain lulusan pondok pesantren Denanyar beliau juga pernah menimba ilmu di KH. Sahal Mahfudz (Kajen) dan menamatkan pendidikan s1 dan s2 beliau di Mesir. Beliau menjelaskan bahwasannya kedudukan hadits yang dibuat dalil penisbatan fadhilahnya shalat tarawih per harinya itu palsu, dengan perkataan beliau kurang lebih begini "Yang hadits beredar itu memang lemah dan cenderung maudlu' (palsu), tetapi (fadhilahnya tarawih) masuk pada hadits yang lebih umum 'Man qoma romadhona imanan...' dan sebaiknya kita menggunakan hadits-hadits yang shohih untuk menjauhi cerita-cerita seperti itu."


Setelah itu masih dilanjutkan keterangan dari beliau tentang hukum menisbatkan hadits tersebut kepada nabi dan hukum membagikan/mengsharenya ke khalayak umum, dengan perkataan beliau seperti ini "Jangan menisbatkan kepada Nabi, tetapi cukup dikatakan bahwasannya ini dari ulama. Dan untuk hadits palsu seperti ini sebaiknya tidak usah dishare di sosmed ataupun yang lain karena sama halnya kita mendidik umat untuk mempercayai hadits yang palsu, dan yang kedua kita tidak tahu ngomongnya siapa dan apakah seperti itu."


Mungkin seperti ini dulu yang dapat kami sampaikan, dan semoga bisa menjadi bahan tambahan ilmu sekaligus bahan renungan kita di bulan yang suci ini.

(Al-Faqir Balya Robert/Mahasantri Ma'had Aly Denanyar)