(NGABUBUREAD I) Puasa??

 



Pengerian Puasa

Berdasarkan kitab Fath al-Qorib, Puasa (Shiyam ataupun Shoum) adalah dua bentum kalimat masdar (urutan ketiga dari tashrifnya fi'il), yang secara bahasa keduanya bermakna menahan.

Dan secara syara' adalah menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa disertai niat tertentu sepanjang hari (mulai terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari/masuknya waktu maghrib). Dan yang bisa menerima/diperbolehkan berpuasa adalah orang muslim yang berakal dan suci dari haidl maupun nifas.


Dalil Puasa Ramadhan

Puasa Ramadhan hukumnya wajib bagi setiap muslim yang mukallaf (baligh dan berakal). Allah SWT berfirman dalam QS. al-Baqarah 183 :

يا أيُّها الَّذينَ آمَنوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيامُ كَمَ كُتِبَ على الَّذينَ مِن قَبلِكُمْ لَعَلَّكُم تَتَّقُونَ


Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu sekalian berpuasa (Ramadhan) sebagaimana diwajibka  atas orang-orang sebelum kamu sekalian, supaya kamu sekalian menjadi bertaqwa." (QS. Al-Baqarah: 183)


Nabi Muhammad SAW bersabda :

بُنِيَ الإسْلامُ على خَمسٍ شَهادَةِ أنْ لا إلهَ إلّا الله وأنَّ محمّدًا عَبْدُهُ وَرَسولُهُ وإقامِ الصَّلاةِ وإيتاءِ الزَّكاةِ وحجِّ البيتِ وصومِ رمضانَ (رواه مسلم)


Artinya : "Islam dibangun atas lima perkara: syahadat (bersaksi) bahwasannya tiada tuhan selain Allah dan bersaksi bahwasannya Nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayarkan zakat, menunaikkan ibadah haji ke baitullah dan berpuasa pada bulan Ramadhan." (HR. Muslim)


Macam-Macam Puasa

Menurut al-Habib Zein bin Ibrahim bin Smith dalam kitabnya al-Taqrirot al-Sadidah dijelaskan bahwa secara garis besar hukum ibadah puasa dibagi menjadi empat;

1. Puasa wajib, seperti puasa Ramadhan, puasa nadzar, serta puasa qadla' (mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkan)

2. Puasa sunnah, seperti puasa senin dan kamis, puasa hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah), puasa hari 'Asyura (tanggal 10 Muharram), puasa 6 hari di bulan Syawal, puasa Daud (sehari puasa sehari tidak) dan lain-lain.

3. Puasa makruh, seperti mengkhususkan puasa pada hari Jum'at, Sabtu, atau Ahad tanpa disambung dengan hari sebelum atau setelahnya.

4. Puasa haram, seperti puasa yang dilakukan pada hari raya Idul Fitri & Idul Adha, puasa di hari-hari tasyriq (tanggal 11,12, dan 13 Dzulhijjah), puasa pada hari syak (yakni pada tanggal 30 Sya'ban, dimana banyak orang yang mengabarkan telah melihat hilal dan dari kabar tersebut menimbulkan keraguan. Atau terdapat orang yang bersaksi telah melihat hilal, namun dia tidak diterima kesaksiannya, seperti wanita dan anak-anak), puasa di separuh akhir bulan Sya'ban kecuali disambung dengan satu hari sebelumnya, dilakukan dalam rangka mengqadla' puasa wajib atau sudah memiliki kebiasaan berpuasa sebelumnya. 

Dan sedikit catatan, puasa sunnah yang filakukan istri tanpa izin suami hukumnya haram. Sehingga bila hendak melakukan puasa sunnah, istri terlebih dahulu wajib mendapatkan izin dari suami.


Tingkatan Puasa

Terdapat tiga tingkatan/level kualitas puasa yang sudah dijelaskan dalam kitab Ihya Ulumiddin karangan Imam Al-Ghozali sebagai berikut,

1. Shaumul 'umum (puasa umum), yaitu puasa yang hanya sekedar menahan diri dari makan, minum serta hal-hal lain yang membatalkan puasa

2. Shaumul Khushush (puasa khusus), yaitu puasa yang dilakukan sebagaimana puasa umum dan ditambah dengan menjaga lisan, telinga, mulut, pandangan, dan seluruh anggota tubuh dari perbuatan dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar

3. Shaumu khushushil khushush (puasa sangat khusus), yaitu puasa yang dilakukan sebagaimana puasa khusus ditambah dengan berpuasa dari keinginan-keinginan buruk pikiran-pikiran duniawi dan menahan hati dari hal-hal selain Allah secara totalitas


Syarat Wajib 

Dijelaskan dalam kitab Fath al-Qorib, bahwsannya syarat-syarat wajib berpuasa ada tiga perkara. Dalam sebagian redaksi kitab lain menyebutkan ada empat perkara yaitu;

1. Islam, yakni orang yang melakukan puasa itu harus beragama Islam 

2. Baligh, yaitu munculnya tanda kedewasaan dalam seseorang. Biasanya kalau laki-laki ditandai dengan mimpi basah, jika perempuan ditandai dengan haidl

3. Berakal, mampu membedakan antara baik dan buruk, atau sudah mampu menentukan suatu perkara dan tentunya sehat akalnya tidak gila atupun hilang akal (mabuk). Yang jika baligh dan berakal ini digabungkan menjadi mukallaf

4. Mampu berpuasa (kuat/tidak dalam keadaan sakit, ataupun tidak dalam berpergian).

Dan mampu berpuasa ini tidak tercantum di dalam redaksi kitab yang mengatakan syaratnya ada tiga perkara. Maka puasa tidak wajib bagi orang yang tidak memiliki empat sifat di atas.


Fardhunya Puasa

Fardhu fardhunya puasa ada 4 perkara;

1. Niat di dalam hati. Jika puasa yang dikerjakan adalah fardhu seperti puasa Ramadan dan puasa nadzar, maka harus melakukan niat di malam hari sebelum terbitnya fajar. Wajib menentukan puasa yang dilakukan di dalam puasa fardhu seperti puasa Ramadhan. Niat puasa Ramadhan yang paling sempurna adalah seseorang mengatakan;

نَوَيْتُ صَومَ غَدٍ عَن أداءِ فَرْضِ رمضانَ هذهِ السّنَةِ للهِ تعالى

Yang artinya : "Saya berniat melakukan puasa esok hari untum melaksanakan kewajiban puasa bulan Ramadhan tahun ini karena Allah Ta'ala."

2. Menahan dari makan minum walaupun perkara yang dimakan dan yang diminum hanya sedikit, hal ini ketika tidak ada unsur kesengajaan atau lupa. Jika ada unsur lupa atau tidak mengetahui hukumnya, maka puasanya tidak batal. Dan orang yang tidak mengetahui hukum seperti orang yang baru masuk islam atau hidup jauh dari ulama'. Jika tidak demikian maka puasanya batal. 

3. Menahan dari melakukan jima'dengan sengaja. Adapun melakukan jima' dalam keadaan lupa, maka hukumnya sama seperti makan dalam keadaan lupa. 

4. Menahan dari muntah dengan sengaja. Jika ia terpaksa muntah, maka puasanya tidak batal.


Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa

Hal-hal yang membuat orang berpuasa menjadi batal ada sepuluh perkara.

Yang pertama dan kedua adalah sesuatu yang masuk dengan sengaja ke dalam lubang badan yang terbuka maupun yang tidak terbuka (secara aslinya) seperti masuk ke dalam kepala dari luka yang tembus ke otak. Yang dikehendaki adalah orang yang berpuasa harus mencegah masuknya sesuatu ke bagian badan yang dinamakan jauf (lubang).

Yang ketiga adalah al-huqnah (memasukkan sesuatu) di bagian salah satu dari qubul dan dubur. Huqnah adalah obat yang disuntikkan ke badan orang yang sakit melalui qubul atau dubur yang diungkapkan di dalam kitab matan dengan bahasa 'sabilaini (dua jalan)'.

Yang keempat adalah muntah dengan sengaja. Jika tidak sengaja, maka puasanya tidak batal seperti yang telah dijelaskan.

Yang kelima adalah wathi (berhubungan badan) dengan disengaja dibagian farji. Maka puasa seseorang tidak batal sebab melakukan jima' dalam keadaan lupa.

Yang keenam adalah inzal, yaitu keluar sperma sebab bersentuhan kulit dengan tanpa melakukan jima'. Baik keluar sperma tersebut diharamkan seperti mengeluarkan sperma dengan tangannya sendiri, atau tidak diharamkan seperti mengeluarkan sperma dengan tangan istri atau budak perempuannya.

Dengan bahasa 'sebab bersentuhan kulit', pengarang kitab ini (fath al-qorib) mengecualikan keluarnya sperma sebab mimpi basah, maka secara pasti hal itu tidak bisa membatalkan puasa.

Yanh ketujuh hingga akhir yang ke sepuluh adalah haidl, nifas, gila dan murtad. Maka barang siapa mengalami hal tersebut di tengah-tengah pelaksanaan puasa, maka hal tersebut membatalkan puasanya


(al-Faqir Balya Robert/Mahasantri Ma'had Aly Denanyar)